BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya.
Pendidikan, secara teoritis
mengandung pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik
sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan
“menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada
pertumbuhan sesuai dengan ajaran Islam maka harus berproses melalui
sistem kependidikan Islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui
sistem kurikuler.
Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri
manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan,
akhlak (moralitas) dan pengalamannya. Dan keempat potensi esensial ini
menjadi tujuan fungsional pendidikan Islam. Oleh karenanya, dalam
strategi pendidikan Islam, keempat potensi dinamis yang esensial
tersebut menjadi titik pusat dari lingkaran proses kependidikan Islam
sampai kepada tercapainya tujuan akhir pendidikan, yaitu manusia dewasa
yang mu’min atau muslim, muhsin, dan muhlisin mutakin.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Hakikat Pendidikan Islam itu?
2. Apa sajakah fungsi pendidikan Islam?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui tentang hakikat pendidikan Islam.
2. Mengetahui fungsi pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian
pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 2/1989 adalah suatu usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Maka pendidikan
itu pada hakikatnya adalah proses pembimbingan, pembelajaran dan
pelatihan terhadap anak atau peserta didik, generasi muda, manusia agar
nantinya bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas –tugas
hidupnya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan islam, dapat
dikatakan sebagai “proses pembimbingan, pembelajaran atau pelatihan
agar manusia (anak, generasi muda) menjadi orang muslim atau orang
Islam.
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
kepada tiga pengertian yakni; tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Kata
“tarbiyah” berarti pendidikan. Kata-kata yang bersumber dari akar kata
ini memiliki arti yang berbeda-beda, tetapi pada akhirnya arti-arti itu
mengacu kepada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan
perbaikan (Shihab, 1997). Allah juga disebut Al-Rabb, Rabb al-alamin,
Rabb kulli syai’. Arti dasar kata “rabb” adalah memperbaiki, mengurus,
mengatur dan juga mendidik (Al-Nahlawy, 1988). Di samping itu kata
“rabb” biasa diterjemahkan dengan Tuhan, dan mengandung pengertian
sebagai sebagai “tarbiyah” (yang menumbuhkembangkan sesuatu secara
bertahap dan berangsur-angsur sampai sempurna), juga sebagai “murabbi”
(yang mendidik) (Al-Shiddiqy, I, 1977).
Dengan demikian, selain
sebagai Al-Rabb, atau Rabb al-‘alamin, Allah adalah yang mengurus,
mengatur, memperbaiki, meningkatkan proses penciptaan alam semesta ini,
dan menjadikannya bertumbuhkembang secara dinamis sampai mencapai tujuan
penciptaannya.
Kata ta’lim berasal
dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Dalam
setiap ‘ilm terkandung dimensi teoretis dan dimensi amaliah
(Al-Asfahani, 1972). Ini mengandung makna bahwa aktivitas pendidikan
berusaha mengajarkan ilmu pengetahuan baik dimensi teoretis maupun
praktisnya, atau ilmu dan pengalamannya. Allah mengutus rasul-Nya antara
lain agar beliau mengajarkan (ta’lim) kandungan al-kitab dan al-hikmah,
yakni kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan
manfaat dan menampik madharat (Shihab, 2000). Ini mengandung makna bahwa
aktivitas pendidikan berusaha mengajarkan kandungan ilmu pengetahuan
dan al-hikmah atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan ilmu pengetahuan
itu dalam kehidupannya yang bisa mendatangkan manfaat dan berusaha
semaksimal mungkin untuk menjauhi madharat. Dengan demikian, seorang
guru dituntut untuk sekaligus melakukan “transfer ilmu (pengetahuan),
internalisasi, serta amaliah (impelementasi)”.
Kata ta’dib berasal
dari kata adab, yang berarti moral, tata krama, budi pekerti, akhlak,
etika, dan adab (Al-Munjid, 1986) atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan)
lahir dan batin. Kata peradaban (Indonesia) juga berasal dari kata
dasar adab, sehingga aktivitas pendidikan merupakan upaya membangun
peradaban atau perilaku beradab (civilization) yang berkualitas da masa
depan.
Ta’dib sebagai upaya dalam pembentukan adab (tata krama), terbagi atas empat macam:
(1)
ta’dib adan al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran,
yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang di dalamnya
segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala
sesuatu diciptakan;
(2) ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata
krama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus
mengabdi kepada Allah dengan menempuh tata krama yang pantas;
(3)
ta’dib adab al-syari’ah, pendidikan tata krama spiritual dalam syariah,
yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala
pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada tata krama yang
mulia;
(4) ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama
spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berperilaku
mulia di antara sesama.
Para ahli pendidikan biasanya
lebih menyoroti istilah-istilah tersebut dari aspek perbedaan antara
tarbiyah dan ta’lim, atau antara pendidikan dan pengajaran, sebagaimana
sering diperbincangkan dalam karya-karya mereka. Bagi Al-Nakhlawy
(1979), istilah tarbiyah lebih cocok untuk pendidikan Islam. Berbeda
halnya dengan Jalal (1977) yang dari hasil kajiannya berkesimpulan bahwa
istilah ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya daripada
tarbiyah. Di kalangan penulis Indonesia, istilah pendidikan biasanya
lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian,
atau lebih mengarah pada efektif, sementara pengajaran lebih diarahkan
pada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif dan
psikomotor. Kajian lainnya berusaha membandingkan dua istilah di atas
dengan istilah ta’dib, sebagaimana yang dikemukakan oleh Syed Naquib
Al-Attas (1980). Dari hasil kajiannya ditemukan bahwa istilah ta’dib
lebih tepat untuk digunakan dalam konteks pendidikan Islam, dan kurang
setuju terhadap penggunaan istilah tarbiyah dan ta’lim.
Banyak
devinisi dikembangkan oleh parah ahli mengenai pendidikan islam, tetapi
pada intinya ada dua, yaitu: pertama, pendidikan islam merupakan
aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat
dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai islam. Sehingga
dalam praktiknya, pendidikan islam di Indonesia dapat dikelompokkan ke
dalam lima jenis, yaitu:
1. Pondok Pesantren atau Madrasah
Diniyah, yang menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebut sebagai pendidikan keagamaan (islam) formal seperti
Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah (Ula, Wustho, Ulya, dan Ma’had’Ali);
2. Madrasah dan Pendidikan lanjutannya seperti IAIN/STAIN atau Universitas Islam Negeri yang bernaung di bawah Departemen Agama;
3.
Pendidikan usia dini/TK sekolah/perguruan tinggi yang diselenggarakan
oleh dan/atau berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam.
4.
Pelajaran agama islam di sekolah/madrasah/perguruan tinggi sebagai
suatu mata pelajaran atau mata kuliah, dan atau sebagai program studi;
dan
5. Pendidikan Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat
ibadah, dan atau di forum-forum kajian keislaman, seperti: majelis
ta’lim, dan institusi-institusi lainya yang sekarang sedang digalakkan
oleh masyarakat, atau pendidikan (islam) melalui jalur pendidikan non
formal dan informal.
Kedua, Pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh
ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam pengertian yang kedua ini,
pendidikan islam mencangkup:
(1). Kepala sekolah/madrasah atau
pimpinan perguruan tinggi yang mengelolah dan mengembangkan aktifitas
pendidikannya yang disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai
islam, serta tenaga-tenaga penunjang pendidikan (seperti pustakawan,
laboran, teknisi sumber belajar, dan lain-lain) yang mendukung
terciptanya suasana. Iklim dan budaya keagamaan Islam di sekolah atau
madrasah atau perguruan tinggi tersebut;dan
(2).
Komponen-komponen aktivitas pendidikan, seperti kurikulum atau program
pendidikan, peserta didik yang tidak sekadar pasif-reseptif, tetapi
aktif kreatif. Personifikasi pendidik atau guru, konteks belajar atau
lingkungan, alat/media/sumber belajar, metode, dan lain-lain yang
disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai islam, atau yang
berciri khas islam.
Dari pengertian pendidikan islam tersebut di
atas, maka pengertian pertama lebih menekankan aspek kelembagaan dan
program pendidikan islam, dan yang kedua lebih menekankan pada aspek ruh
dan spirit islam yang melekat pada setiap aktivitas pendidikan dalam
kajian ini penulis bermaksud memperbincangkan reaktualisasi pendidikan
islam dalam konteks pengertian yang pertama, terutama pada jenis
pendidikan madrasah atau pelajaran agama islam di sekolah. Sedangkan
upayah reposisi pendidikan islam terutama ditekankan pada pengertian
pendidikan islam yang kedua.
Sedangkan kata Islam sendiri
menurut pandangan umum yang berlaku, biasanya memiliki konotasi yang
diartikan sebagai “agama Allah, atau agama yang berasal dari Allah”.
Yang dimaksudkan adalah agama atau jalan hidup yang ditetapkan oleh
Allah bagi manusia, untuk menuju dan kembali kepada-Nya. Kata Islam
memiliki banyak pengertian diantaranya, yang pertama: aslama yang
mengandung pengertian menyerahkan diri, meyelamatkan diri, taat patuh
dan tunduk. Yang kedua: salima yang arti dasarnya selamat, sejahtera,
sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela. Yang ketiga: salam yang
berarti damai, aman, dan tentram.
Akan tetapi, meskipun kata
Islam tersebut mengandung banyak arti, tetapi pada hakikatnya
pengertian-pengertian dasar tersebut menunjukkan adanya dan mengarah
pada terwujudnya satu sistem kehidupan yang ideal bagi seorang Islam
(muslim). Abul A’la Maududi (1967) menjelaskan bahwa sistem kehidupan
Islam (muslim) tersebut, pada hakikatnya meliputi dan mencakup seluruh
alam semesta, atau bersifat universal. Setiap orang bisa menyaksikan dan
tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa alam semesta di mana kita
hidup di dalamnya ini, merupakan alam semesta yang tertib dan teratur
dengan rapinya. Di dalamnya terdapat aturan-aturan dan hukum-hukum serta
tata tertib yang mengatur hubungan-hubungan di antara setiap komponen,
unit-unit dan bagian-bagiannya.
2.2. FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM
Fungsi
pendidikan islam adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat
memungkinkan tugas-tugas pendidikan Islam tersebut tercapai dan berjalan
dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan yang
bersifat stuktural dan institusional.
Arti dan tujuan struktur
adalah menuntut terwujudnya struktur organisasi pendidikan yang mengatur
jalannya proses kependidikan, baik dilihat dari segi vertikal maupun
segi horizontal. Faktor-faktor pendidikan bisa berfungsi secara
interaksional (saling mempengaruhi) yang bermuara pada tujuan pendidikan
yang diinginkan. Sebaliknya, arti tujuan institusional mengandung
implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi di dalam struktur
organisasi itu dilembagakan untuk menjamin proses pendidikan yang
berjalan secara konsisten dan berkesinambungan yang mengikuti kebutuhan
dan perkembangan manusia dan cenderung ke arah tingkat kemampuan yang
optimal. Oleh karena itu, terwujudlah berbagai jenis dan jalur
kependidikan yang formal, informal, dan nonformal dalam masyarakat.
Menurut Kurshid Ahmad, yang dikutip Ramayulis, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.
Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat
kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan
bangsa.
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan
perkembangan yang secara garis besarnya melalui pengetahuan dan skill
yang baru ditemukan, dan melatih tenaga-tenaga manusia yang produktif
untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi.
Selain itu ada juga fungsi lain dalam Pendidikan Islam, diantaranya:
1. Membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Mengembangkan pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional bagi peserta didik;
3. Menumbuhkembangkan kreativitas, potensi-potensi atau fitrah peserta didik;
4. Meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian, atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Ilahi;
5. Menyiapkan tenaga kerja yang produktif;
6. Membangun peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai Islam) di masa depan;
7. Mewariskan nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai Insani kepada peserta didik.
Fungsi
pendidikan Islam, selain yang telah disebutkan diatas, bisa juga untuk
menanamkan nilai-nilai ilahiyah dan nilai-nilai insaniyah, tetapi tidak
terbatas hanya pada pengajarannya semata, dan tidak cukup diukur hanya
dari segi seberapa jauh peserta didik menguasai nilai-nilai itu dari
aspek kognitifnya. Justru yang lebih penting, sebagaimana juga
dikemukakan oleh NurchalisMadjid, adalah seberapa jauh nilai-nilai
dimaksud tertanam di dalam jiwa dan mewujud nyata dalam tingkah laku dan
budi pekerti seorang peserta didik sehari-hari. Perwujudan nyata
nilai-nilai tersebut dalam tingkah laku dan budi pekerti sehari-hari
akan melahirkan budi luhur (al-akhlaq al-karimah).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan
Islam itu pada hakikatnya adalah bimbingan dari Al-Quran agar manusia
mampu hidup dan berkehidupan (berbudaya dan berperadaban) serta mampu
melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi. Untuk membimbing,
mengarahkan dan meluruskan serta mendinamisasikan pertumbuhan dan
perkembangan budaya dan peradaban umat manusia. Dengan telah sempurnanya
pendidikan Islam dengan diutusnya Muhammad SAW sebagai rasul terakhir
berarti bahwa budaya dan peradaban manusia telah mencapai kedewasaan,
manusia telah mampu mewujudkan tugas-tugas kekhalifan di muka bumi.
Pendidikan Islam menjadi tanggung jawab umat Islam sendiri (sebagai
khalifah-Nya), dan menjadi bagian internal dari tugas-tugas kekhalifahan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Muhammad. 2003. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis
berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Muhaimin.
2001. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Tim
Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar-Dasar Kependidikan Islam:
Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Surabaya: Karya Aditama.
Jumat, 30 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar